SELAMAT DATANG

Selasa, 03 November 2009

Global Warming

Menurut World Reseach Institute, sebuah lembaga Think Tank di Amerika Serikat, pada tahun 2007, dari tutupan hutan Indonesia seluas 130 juta hektare, 72 persen hutan asli Indonesia telah hilang, tinggal 28 persen tersisa. Sedangkan data Departeman Kehutanan sendiri mengungkapkan bahwa 30 juta hektare hutan Indonesia telah rusak parah, itu berarti 25 persen hutan yang tersisa telah rusak parah.
Drs. Eddi Prasetyo Nugroho,M.BA, saat menjadi nara sumber pada Diklat Education for Sustainable Development (EfSD) Selasa ( 27/10) di Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Seni dan Budaya Sleman Yogyakarta menguraikan bagaimana alam telah rusak akibat ulah manusia dalam mencapai tujuan ekonomi. Sampai –sampai manusia mendapat predikat “ homo ekonomitas” yang merupakan sisi gelap dari manusia. Oleh karena keserakahan manusia hingga justru menghancurkan wilayah yang dihuninya sendiri.

“ Allah menciptakan alam semesta ini bukan untuk dirusak atau disia-siakan, melainkan untuk dikelola dengan baik untuk kesejahteraan manusia sendiri”. Tuturnya dihadapan para peserta Diklat.

Eddi menjelaskan bahwa manusia wajib mengelola alam pemberian Tuhan ini untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya, bukan malah sebaliknya dirusak. Menurut Eddi, wilayah eksplorasi yang disediakan untuk manusia tak akan pernah habis, manakala manusia mau berperilaku bijak terhadap alam. Oleh karena itu agar ada keseimbangan pemanfaatan alam dengan pengelolaan demi kesejahteraan , menurut Eddi ada satu kata kunci yang harus dipengang oleh semua pihak, termasuk kalangan industri, produsen, konsumen maupun distributor, yaitu tanpa adanya penjagaan lingkungan yang baik, tak akan pernah mencapai kesejahteraan. Dengan kata lain semua pihak harus menjaga lingkungan alam, agar bisa lestari dan bisa dimanfaatkan bagi kesejahteraan.

Ditanyai mengenai perlunya EfSD dimasukkan dalam kurikulum di sekolah, Konsultan dan Tim Ahli Pusat Studi Lingkungan Hidup Universitas Gajah Mada ini berpendapat, lingkungan hidup perlu dan penting untuk diajarkan di sekolah tetapi tidak harus dalam bentuk materi melainkan lebih menjadi spirit atau rohnya ilmu yang melekat pada semua disiplin ilmu. Sehingga tidak sekedar menyentuh akal saja tetapi bisa lebih menyentuh hati. Karena kalau hanya menyentuh akal, menurut dia nanti bisa akal-akalan dalam menyikapi alam ini. Tetapi jika telah menyentuh hati, maka akan lebih berhati-hati dalam menyikapi alam ini. (marti)

Tidak ada komentar: